Selasa, 19 April 2011

Kretek, warisan cita rasa anti plagiatisme

Indonesia, dengan segala kekayaan nabati yang begitu mendunia, tidak jarang mendapatkan sorotan dunia. Bukan karena pemanfaatan yang luar biasa, akan tetapi lebih banyak pada konflik perebutan “hak milik” dari kekayaan yang dimiliki dengan negara lain. Pemberitaan di media massa mungkin hanya puncak dari gunung es kasus konflik perebutan hak milik warisan budaya antara Indonesia dengan negara lain.

Tulisan ini tidak akan membahas mengenai konflik yang terjadi, tetapi lebih banyak menyoroti tentang salah satu warisan budaya yang membumi di Indonesia tapi sering luput dari perhatian, yaitu kretek. Kretek sebagai produk asli Indonesia, yang terbuat dari campuran tembakau, bunga cengkeh, dan saus perisa, serta mendapatkan predikat nama yang demikian unik dari suara “kretek-kretek” yang dihasilkan ketika terbakar, saat ini telah bertransformasi menjadi komoditas terbesar yang dimiliki Republik ini. Industri kretek telah manjadi salah satu raksasa yang menempatkan “penggede-penggede” mereka sebagai orang-orang terkaya di negeri ini dan menjadi terpandang di mata dunia. Sayangnya keberhasilan ini banyak mendatangkan kekhawatiran dari para pecintanya. Kenapa?

Sejak awal ditemukan di sekitar tahun 1880-an, kretek menjadi inovasi budaya baru yang luar biasa di bumi pertiwi. Banyaknya peminat dan penikmat membuat perkembangannya melebihi inovasi teknologi industri. Kretek berubah menjadi pendamping utama dari para kaum sosialis yang menguasai mayoritas kelompok masyarakat pada saat itu. Berkembanganya perindustrian juga pada akhirnya turut mengembangkan produktivitas dari kretek ini, mulai dari petani tembakau dan cengkeh maupun pekerja di pabrik-pabrik, sampai pada para distributor. Intinya, kretek telah
merasuk sangat dalam di budaya bangsa Indonesia.

Sayangnya pengaruh masuknya budaya asing turut mereduksi budaya kretek di Indonesia. Industri rokok barat yang dikenal sebagai “rokok putih” membuat kretek berkurang peminatnya. Proses produksi yang lebih mudah, murah, dan cepat membuat banyak tenaga “linting” terancam keberadaannya. Anak muda saat ini pun lebih banyak mencari prestise dengan merokok produk luar negeri. Kekuatan asing pada akhirnya menguasai pabrik-pabrik di Indonesia dan mematikan industri-industri kretek kecil. Inikah ancaman asing yang ditakutkan oleh pemerhati kretek negeri ini? Mungkin iya, akan tetapi ancaman yang lebih besar bisa datang dari akuisisi pihak asing terhadap keaslian kretek, karena ini menyangkut harga diri bangsa Indonesia.

Tantangan bagi warisan budaya kretek ini banyak diuji ketika dari pemeritah sendiri menginginkan pengurangan produksi dan konsumsi rokok. Kretek asli yang saat ini hanya tersisa sekitar 30% dari produk rokok di Indonesia menjadi barang langka, seperti halnya hewan langka, sudah seharusnya kretek mendapatkan perlindungan. Museum-museum rokok kretek saat ini hanya dimiki oleh perusahaan rokok besar, itupun saat ini sudah mulai diakuisisi pihak asing. Tekanan dunia kesehatan Internasional juga semakin melemahkan eksistensi kretek di kehidupan bermasyarakat.

Akan tetapi, ada sebuah harapan besar yang tidak pernah sirna tentang kretek Indonesia. Ini terkait dengan persoalan cita rasa. Jargon “lidah tak pernah bohong” dapat dijadikan senjata utama untuk mempertahankan warisan budaya kretek asli Indonesia. Mengapa bisa demikian? Tentu saja bisa. Kretek merupakan produk cita rasa, yang bagaiamanapun bentuknya tetap akan disebut kretek jika cita rasanya sesuai. Cita rasa ini dihasilkan melalui olahan spesifik yang dinikmati dengan cara spesifik, oleh lidah-lidah asli Indonesia. Oleh karena itulah kretek tidak akan mampu diplagiansi oleh pihak manapun, karena ini menyangkut cita rasa asli yang diciptakan oleh orang Indonesia.

Jikalau pada akhirnya kretek diakui sebagai warisan budaya oleh pihak lain, dan kita dengan bodohnya tidak mampu mempertahankannya, kita masih mempunyai kebanggaan kretek di lidah-lidah penikmatnya. Cita rasa kretek asli Indonesia tidak akan pernah hilang dari bangsa kita. Mungkin mereka hanya akan menguasai produk, tetapi bukan cita rasanya. Karena hanya orang Indonesia asli yang mampu mencipta, merasa, dan menikmati produk budaya asli nusantara.

Bangsa Indonesia, sudah seharusnya mempertahankan warisan ini, cita rasa dan produknya, nama, sejarah, dan kualitas hendaknya tetap menjadi bagian yang tidak bisa dipisahkan dari negeri ini. Hak milik ini tetap bisa diwariskan ke penerus bangsa. Ini bukan propaganda mendukung aktivitas merokok, tapi lebih kepada mempertahankan cita rasa dan keaslian budaya, yang dapat diwujudkan lewat segala macam bentuk. Mari kita pertahankan kretek sebagai warisan budaya yang tak terpisahkan dari bumi nusantara ini!



KOMUNITAS KRETEK

0 komentar:


ShoutMix chat widget