Senin, 19 April 2010

Baron


Aku menyusuri cadasnya batu kapur.
Menaiki tebing tinggi melalui jalan setapak yang dibuat sedemikian rupa hingga menyerupai tangga.
Suara kicauan burung yang masih alami, diselingi derunya ombak, membuat siang itu terasa ramai.
Aku sendiri, di tengah kesepian ini, mencoba meresapi makna, bagaimana sang ombak yang tak henti-hentinya mengikis karang.
Ia tahu kalau dia tak sekokoh karang, tapi kesabarannya untuk terus berusaha tak pernah sia-sia.
Batu karang itu pun terkikis jua, menyerah pada keteguhan sang ombak.

Angin semilir menerpa tubuhku, menyejukkan diri di bawah pohon arsen yang rindang.
Buahnya yang kecil dan memerah memberikan warna di tengah hijaunya rerumputan di bukit kecil ini.
Aku memandang jauh ke depan, tampak barisan bukit memanjang memagari pantai, memberikan batasan yang tegas antara kebebasan dan tanggung jawab.
Jauh di sana, sampai batas horisontal, terbentang lautan biru luas, mempertemukannya dengan langit.
Hanya di sanalah mereka berdua bisa bersatu.

Sudah hampir satu jam aku duduk, diam dalam kesendirian.
Ditemani derunya ombak dan semilirnya angin.
Saat inilah aku merasa damai, dihadapkan pada keindahan ciptaanNya.
Sesuatu yang bebas aku nikmati, bebas aku datangi, yang bisa aku abadikan, dan sebisa mungkin untuk aku jaga jika aku mampu.

Keindahan lainnya menunggu di sana, di suatu tempat yang aku sendiri harus berusaha menemukannya.
Sambil terus berusaha layaknya sang ombak yang mengikis batu karang.

Baron, 8 Desember 2009

0 komentar:


ShoutMix chat widget