Rabu, 10 Maret 2010

PERJALANAN IKONIK WANITA DALAM FILM INDONESIA

Sosok wanita dalam dunia apapun itu memegang peranan yang cukup signifikan. Tak terkecuali dalam dunia perfilman. Sosok wanita yang cantik dan memberikan pesona tersendiri sering dimanfaatkan oleh para produser untuk mendongkrak daya jual dari sebuah film. Fenomena tersebut memberikan dampak pada perubahan system dalam film Indonesia yang mulai menganut paham kebintangan. Wanita tentu saja menjadi objek kebintangan tersebut, sehingga mereka kemudian menjadi ikon perfilman di eranya masing-masing. Bagaimanakah perjalanan ikonitas wanita ini selama perjalanan perfilman di Indonesia? Uraian berikut sedikit memberikan gambaran atas pertanyaan di atas.

Pada era sebelum kemerdekaan, perfilman di Indonesia sudah layak diacungi jempol. Dengan statusnya yang masih menjadi jajahan Negara lain, negeri yang belum resmi merdeka ini telah menghasilkan sekitar 114 film dalam kurun waktu dua decade. Akan tetapi memang hanya ada beberapa yang mendapat tempat di hati penonton. Pada era ini muncul sosok Roekiah, seorang wanita yang ditasbihkan menjadi bintang pertama yang dimiliki oleh Indonesia dan memulai system kebintangan di Indonesia. Sosok wanita akan menjadi layak disebut ikon jika mampu memberikan jaminan kesuksesan sebuah film. Roekiah sat itu mampu memberikannya. Sosok yang sederhana dan mewakili pribumi Indonesia saat itu memang sedang popular mengingat kondisi masyarakat yang sedang berkonfrontasi dengan pihak asing.

Satu dekade berikutnya, era film Indonesia mulai diakui dan era ini dianggap sebagai lahirnya film Indonesia. Ditandai dengan produksi dari film Darah dan Doa (1950) yang kemudian tanggal produksinya dijadikan sebagai hari film nasional (30 Maret), era 50an melahirkan Nurnaningsih sebagai ikon paling menonjol dari produksi film di jamannya, akan tetapi ketenarannya banyak terdongkrak berkat kontroversi yang menyangkut namanya.

Era 60-an perfilman Indonesia dikuasi oleh ikon trio remaja Mieke Wijaya, Chitra Dewi, dan Indirati Ishak. Ketiganya melambungkan genre film remaja ke kalangan masyarakat. Pada era ini wanita muda banyak digandrungi oleh kalangan masyrakat yang sedikit mengalami resesi akibat belum stabilnya kondisi Negara. Dengan kebintangannya, ketiga artis tersebut berhasil menguasai kancah perfilman Indonesia saat itu. Era ini mengawali kejayaan perfilman Indonesia yang mencapai puncaknya ketika memasuki era 70-an. Dalam satu decade, tak kurang dari 600 judul film diproduksi. Dengan rata-rata 60 judul per tahun, tak heran jika banyak sekali ikon wanita yang muncul sesuai dengan genre film yang diusungnya. Pada era ini hampir semua genre film mampu mendapat tempat di hati penonton. Suzzana berhasil membawa horor Indonesia mencapai puncak ketenarannya. Hingga saat itu hampir tidak ada film horror yang tidak memakai jasa Suzzana dalam proses produksinya. Pada era ini juga muncul nama Christine Hakim, sosok yang saat ini melegenda sebagai artis yang membawa nama besar perfilman Indonesia ke dunia Internasional. Ratu film drama ini didampingi leh rekan-rekan sejawatnya seperti Lenny Marlina dan Widyawati.

Ada hal yang menarik ketika film komedi mencapai puncak dengan warkop DKI sebagai dedengkotnya. Mereka adalah ikonnya, akan tetapi mereka menghasilkan trend wanita seksi dalam setiap film komedi. Jika saat itu muncul istilah Bond girl di dunia internasional, maka Warkop’s girl juga mengalami kepopuleran. Nama-nama besar seperti sally marcellina atau Nurul Arifin pernah ambil bagian dalam peran ini. Berlanjut ke era 80-an, genre film romantic mendapat gilirannya untuk unjuk gigi. Film-film rhoma irama, atau sekelas “badai pasti berlalu” mejadi pengisi bioskop-bioskop di negeri ini. Nama yang paling menonjol dan menjadi ikon wanita saat itu adalah Jenny Rachman. Dengan keberhasilannya menggondol piala citra, ia menjadi sosok yang film-filmnya selalu ditunggu.

Era 90-an menjadi era yang suram bagi perfilman di Indonesia. Kualitas yang semakin menurun dan semakin monotonnya ide cerita menyebabkan perfilman Indonesia berada di jurang mati suri. Film-film pada periode itu dikuasai oleh film yang menonjolkan kekerasan dan seksualitas. Oleh karenanya bintang-bintang berparas cantik dan bertubuh seksi mendapatkan kebintangannya. Nama-nama seperti meriam bellina atau Lydia kandau adalah beberapa yang meraih kesusksesan di tengah lesunya perfilman Indonesia hingga akhirnya benar-benar mengalami mati suri di akhir 90-an.

Di awal millennium baru, kebangkitan film Indonesia tercetus berkat munculnya film AADC yang membawa sosok dian sastro menjadi idola remaja saat itu. Awal reformasi yang penuh dengan semangat perubahan dan aroma anak muda yang kental membuat ikon kebintangan wanita saat itu berada di tangan artis-artis muda cantik dan bertubuh ideal idola para remaja. Mereka menjadi trendsetter para anak muda di negeri ini. Genre yang diusungnya pun banyak menghadirkan romantic comedy yang sangat mengena di hati penonton. Nama-nama lain seperti Marcella zalianty atau nirina Zubir berhasil menghipnotis para penggemarnya dengan film-filmnya yang walaupun secara kualitas belum begitu menionjol akan tetapi dari segi komersil cukup memuaskan.



0 komentar:


ShoutMix chat widget