Rabu, 28 April 2010

Siapa?

Pemuda itu berjalan lunglai, berjalan sendiri, atau dia berfikir bahwa dia sendiri

Benaknya terasa penuh, atau malah kosong, atau memang dia tidak bisa mendefinisikannya

Dia masih teringat mimpinya barusan

Mimpi yang aneh, ketika dia bertemu dengan Tuhan.

“Manusia akan musnah sebentar lagi anakku, hanya kamu yang akan selamat, tinggal sendiri di dunia ini.” Teringat dia akan ucapan Tuhan kepadanya.

“Tapi Tuhan, aku tidak ingin sendiri, aku tidak mau kesepian!” protesnya kepada Tuhan.

“Itu pilihan anakku, seharusnya kamu merasa bersyukur akan itu.”

“Tapi aku tidak bisa, lebih baik aku ikut musnah saja daripada harus hidup sendiri!”

“Baiklah anakku, aku akan bermurah hati padamu, hanya satu orang, ingat hanya satu orang yang akan kubiarkan hidup untuk menemanimu.”

“siapa yang akan menemaniku?”

“Itu pilihanmu sendiri nak, pilihlah yang terbaik. Tapi kamu harus cepat memutuskan sebelum aku memusnahkan mereka pada akhir hari ini.”

Itulah kalimat terakhir yang dia dengar dari Tuhan sebelum dia terbangun. Baginya mimpi itu bukanlah mimpi biasa. Tuhan tidak pernah main-main, ituilah yang ditanamkan kepadanya sejak lahir oleh kedua orang tuanya. Walaupun hanya lewat mimpi, ucapan Tuhan bagaikan nyata baginya, walaupun dia sendiri tidak pernah membayangkan bagaimana rupa Tuhan.

Benaknya masih berfikir, berfikir tentang siapa orang terakhir yang akan dipilihnya.

“Aku akan mendiskusikannya bersama ayah-ibu”

“ah tidak, tidak ada yang boleh tahu, nanti bisa kacau” pikirnya ulang.

“bagaiamana jika ayah. Ah tidak, ayah tidak pernah ada ketika aku membutuhkan orang yang bisa membelaku saat diejek oleh teman-teman. Ayah tidak pernah mau menuruti keinginanku untuk mendapatkan gitar listrik itu. Ayah tidak pernah memberikan hadiah ketika aku juara kelas. Bukan ayah, ayah bukan yang terbaik.”

“ibu saja.hmm tapi ibu sama saja dengan ayah. Dia tidak bisa memanjakanku seperti ibu teman-temanku. Ibu tidak pernah memperhatikanku ketika aku sedih, Ibu malah memarahiku ketika aku berkelahi, bukan membelaku. Jangan ibu, yang lain saja.”

Pemuda itu terus berfikir, dia duduk di pelataran taman dekat kolam. Dilihatnya jam tangan di tangan kirinya, sudah tengah hari, aku masih punya waktu setengah hari, pikirnya.

“Bagaimana jika sahabat terbaikku. Dia kan yang paling pengertian. Tapi tidak, dia kadang mengesalkan, aku tak akan betah bersamanya selama sisa hidupku.”

“sisa hidupku? Hmm..” dia tertegun, benaknya kembali berfikir. Dia berfikir lebih dalam lagi.

“ berarti aku harus mencari pasangan hidup, nanti aku akan bisa menghasilkan keturunan, banyak anak, dan aku punya banyak teman di dunia ini. Aha, kenapa tak terfikir dari tadi? Aku kan bisa seperti Nabi Adam!” dia melonjak dari duduknya, berdiri dengan gagah, seolah menantang langit. Tapi sejenak kemudian dia kembali tertegun.

“tapi siapa, kekasih saja sampai sekarang aku tak punya.” Dia bertanya pada dirinya sendiri.

“tapi kan aku bisa mencari siapa saja, yang cantik, yang pintar, yang..ah pokoknya yang terbaik, dia pasti mau kalau aku minta menemaniku di dunia ini hanya berdua.”

“tapi bagaimana mereka bisa percaya? Itu kan Cuma mimpiku. Jangan-jangan aku dikira pembual. Ah tapi itu kan nyata, harusnya mereka percaya, ini kan akhir kehidupan mereka, harusnya mereka bisa berfikir rasional. Tapi..” sesaat kemudian lelaki itu kembali tertegun.

“Apakah mereka akan percaya. Jika mereka percaya, mereka pasti akan mau melakukan apa saja untukku, merayuku, mengiming-imingiku dengan kecantikannya, kemolekan tubuhnya, kekayaannya, dan kepalsuan yang lain cuma agar aku bisa mengajaknya untuk terbebas dari kemusnahan.”

“wanita itu munafik, mereka hanya mau kalau ada maunya. Sial..!” Dia menggerus geram, dibaringkannya tubuhnya di rumput. Masih berfikir, tak lama kemudian dia terlelap dalam kebingungannya.

Ketika terbangun, hari sudah petang, dia melirik ke arah jam tangannya. Sudah jam 8 malam.

“aku masih punya waktu 4 jam lagi, tapi aku belum menemukan siapa yang pantas aku ajak??” dia meremas-remas rambutnya. Kemudian bangkit, dan berjalan kembali ke rumahnya.

Sejengkal dari rumahnya, dia melihat sosok tua turun dari sepeda butut berbeban gerobak di belakang. Wajahnya penuh peluh, tampak wajah penuh keriput tapi selalu terseringai senyum dari mulutnya.

“baru pulang kau nak, dari mana saja?” Tanya orang tua itu.

Pemuda itu tak menjawab, dia hanya berdiri tertegun. Dia teringat akan sosok tua dihadapannya yang tak lain adalah ayahnya. Teringat akan perjuangan sang ayah yang pontang-panting mencari uang untuk biaya sekolahnya. Ayah yang mendidik dia untuk menjadi orang yang sederhana namun tegar. Ayah yang membentuk anaknya menjadi orang yang pemurah dan tak termanjakan oleh harta. Ayah yang tak pernah berhenti berjuang demi kebahagiaan keluarganya.

“kenapa tadi aku mengabaikan ayah? Padahal dia adalah ayah terbaik di dunia, orang yang tidak mungkin aku tinggalkan begitu saja di dunia ini. Ayah, maafkan anakmu ini” ungkapnya dalam hati.

“Eh malah bengong, sudah sana, masuk rumah. Ibumu pasti sudah menunggu kita untuk makan malam bersama.” Kata orang tua tadi.

Ibu, kembali dia teringat akan sosok ibunya. Wanita separo baya yang kuat. Tanpa lelah membesarkan ketiga anaknya tanpa pernah mengeluh sedikitpun. Tidak pernah memanjakan anaknya dengan harapan anaknya menjadi sosok yang kuat seperti dirinya. Sosok yang sangat menyayangi keluarganya lebih dari apapun.

“ahh…kenapa aku dengan begitu bodohnya mengabaikan ibu. Betapa durhakanya aku ini!” kemali dia berkata dalam hati.

“hei anakku, ayolah masuk. Kamu kelihatan capek. Sakitkah badanmu?” suara lelaki tua itu kembali mengusik lamunannya.

“eh, iya yah” yang kemudian diikuti dengan langkah kaki yang mengekor jejak kaki sebelumnya menuju ke dalam rumah.

“dari mana saja kau, tuh sudah ditunggu dari tadi.” Sosok yang tak lain adaalh ibunya memberi sembari menengokkan kepala pada sosok yang sudah menunggu di ujung meja makan.

Sosok perempuan berwajah ayu, sederhana, yang sudah lama dikenalnya. Sosok sahabat yang selalu ada untuknya.

“sudah ditunggu dari tadi siang, eh malam gini baru pulang, dari mana saja kau? Katanya mau mengerjakan proyek bersama kita?” kata perempuan itu.

Pemuda itu kembali tertegun, kehadiran sosok sahabat itu kembali melemaskan tubunya, meremas pikirannya. Sosok sahabat yang rela melakukan apa saja untuk dirinya, menunggu dirinya, mau mendengar keluh kesalnya, menolongnya, dan beruat apa saja demi kebaikan dirinya.

“ada apa dengan aku ini? Sahabat seperti dirinya bisa begitu saja aku lewatkan. orang macam apa aku ini??aaarrgghhh!!” dia kembali berkata dalam hati sambil geram meremas rambut kepalanya, kemudian langsung menuju ke kamar. Tiga orang di ruangan itu terbengong, bingung dengan apa yang baru saja terlihat.

“Sepertinya dia memang sakit, biarkan saja. Ayo makan, nanti dia pasti akan menyusul” kata sosok lelaki yang menjadi kepala keluarga rumah itu.

Di kamar, pemuda itu bergulat dalam pikirannya. Berbolak-balik dalam lipatan selimut, ditutupinya kepalanya dengan guling. Dia tak bisa diam.

Waktu sudah menunjukkan hampir pukul 12 malam. Semua lampu rumah itu telah padam kecuali lampu kamarnya. Tampai sosok tubuh itu masih menegang. Selimut itu semakin kusut oleh gerakan penghuninya yang tak pernah tenang.

“waktuku hampir habis, tapi aku tak tahu siapa yang akan aku ajak. Ayah hebat, ibu luar biasa, sahabatku yang terbaik. Tapi aku hanya punya satu pilihan.aarrrrgghhh..!!!”

“bagaimana kalau artis saja, mereka cantik tapi bodoh, pasti dia mau aku ajak.”

“ah, pemikiran macam apa itu, lagipula waktunya tak ada. Masih berfikir meninggalkan keluarga pula aku.”

Tubuhnya semakin tidak tenang, detik jarum jam seperti hitungan lonceng kematian untuknya. Peluh semakin membahana di punggung dan wajahnya.

“Tuhan, seandainya saja kau tak pernah memberiku mimpi itu tadi malam. Pasti tak akan seperti ini. Kenapa Tuhan, kenapa, kenapa kau membuatku memilih yang terbaik, sudahlah, biarkan saja aku yang musnah, aku tak rela jika mereka pergi meninggalkanku. Aku tak sanggup tanpa mereka!” dia menjerit dalam hati, perasaannya kembali terpecah. Dia pun menangis pasrah..

23:55..23:57..23:59..00:00

Elessar, 28-4-2010 19:30

0 komentar:


ShoutMix chat widget